Arah Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi Desain Sebagai Respon Terhadap Tren Global
Arah Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi Desain Sebagai Respon Terhadap Tren Global
Mulyadi
The development of most institutions of design’s higher education in Indonesia is still focused on local or internal issues. While the development of design and design education globally very rapid. Some global issues need to be identified and taken its spirit to develop the design’s higher education. Valuable lessons can be drawn from Europe, America, China and Korea. This article is aim to brief the point that design education must develop in broader vision.
Kata Kunci: pendidikan desain, visi, perguruan tinggi, desain
I. Pendahuluan
Hakikat perguruan tinggi adalah A House of Knowledge, A House of Culture, A Guardian of Value, An Agent of Change, dan A Bastion of Academic Freedom. Sejak akademi pertama yang diperkenalkan Plato 4 abad sebelum Masehi peran yang telah dimainkan oleh kaum akademisi telah mengubah peradaban manusia dari masa ke masa (Zainuddin, 2010).
Perguruan tinggi sebagai sebuah sistem memiliki arah tujuan yang tertuang dalam masing-masing visi kelembagaannya. Hal ini juga berlaku juga bagi satuan atau unit pelaksana pembelajaran yang berada di dalam perguruan tinggi tersebut. Dari visi inilah dapat dibaca dan dipahami cara pandang lembaga terhadap kondisi lapangan kerja dan isu mutakhir dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang menjadi core utama lembaga pendidikan. Dari visi ini juga dapat diprediksi kualitas output lulusan yang akan dihasilkan. Oleh karenanya kesesuaian cara pandang stake holder dalam lembaga penyelenggara pendidikan memiliki peranan penting dalam proses pendidikan yang dilakukan. Termasuk dalam hal ini adalah penyelenggaraan pendidikan tinggi desain.
Hal menarik yang lain adalah bahwa dalam beberapa tahun terakhir tren industri kreatif tumbuh menjadi sektor yang penting dalam usaha peningkatan produk domestik bruto Indonesia. Bahkan Kementerian Perdagangan menargetkan kontribusi industri kreatif tahun 2014 dapat mencapai 8,1 persen, sedangkan saat ini kontribusinya masih 7,6 persen. (Kompas.com, 6 Juli 2011). Produk ini meliputi fashion, animasi, arsitektur, dan film dengan pasar yang terbuka lebar bagi semua kalangan. Wakil Presiden Budiono bahkan menganggap kalau industri kreatif ini merupakan salah satu pilar ekonomi nasional dengan 12 kementrian yang akan siap mendukung pengembangannya.( Republika.com, 24 Juni 2010). Banyak pihak yang menganggap saat inilah momentum kebangkitan industri kreatif di Indonesia.
Deputi Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek (Deputi PPI) Idwan Suhardi mengatakan bahwa bagi kemajuan industri kreatif Indonesia saat ini dan ke depan mutlak diperlukan adanya interaksi dan sinergi kuat di antara para stakeholder yang terdiri dari kalangan dunia pendidikan (akademisi), pebisnis (pengusaha), dan pemerintah. (Kompas.com, 26 Juni 2009). Contoh yang baik sebagai respon terhadap perkembangan situasi ini adalah kerjasama Telkomsel dengan Universitas Bina Nusantara (Binus) dengan menggandeng 100 mahasiswa pengembang konten dan aplikasi untuk dilatih menjadi wirausahawan muda di bidang kreatif dengan program Mobile Technopreneurship sebagai langkah nyata Telkomsel untuk memajukan industri kreatif nasional melalui lembaga pendidikan.(Republika.com, 7 April 2011).
Orientasi pasar ekspor terlihat secara jelas pada kebijakan pemerintah terhadap pengembangan industri kreatif, sedangkan kalangan bisnis nasional mencoba mengembangkan produk teknologi yang dimulai dari dalam negeri. Masing-masing merupakan usaha responsif terhadap perkembangan dan kecenderungan pasar global dan nasional. Hal inilah yang menarik untuk diberikan respon dari sudut pandang akademisi dan praktisi desain. Oleh karenanya artikel ini mencoba menelaah visi beberapa lembaga pendidikan tinggi desain untuk membaca arah pengembangannya beserta komparasi perkembangan di beberapa negara dari berbagai sumber.
II. Konsep dan Arah Pendidikan Tinggi di Indonesia
Sebagai rujukan, pembahasan pada artikel ini didasarkan pada pengertian dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional no.232/U/2000 bahwa Pendidikan tinggi sebagai kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian. Sedangkan dalam Tambahan Lembaran Negara RI dalam UU tentang Sisdiknas no 20 tahun 2003 juga dicantumkan visi pendidikan nasional yaitu terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Jadi dari aspek dasar hukum, pemerintah telah memberikan landasan yang kuat bagi perkembangan pendidikan.
Dalam Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi (Higher Education Long Term Strategy) 2003 – 2010 telah dirumuskan tiga kebijakan dasar pengembangan pendidikan tinggi yaitu daya saing bangsa, otonomi dan desentralisasi, dan kesehatan organisasi. Pemerintah juga telah merespon perkembangan dunia internasional dengan menekankan bahwa pendidikan tinggi dalam mempunyai kewajiban dan tanggung jawab terbesar dalam membangun fondasi untuk meningkatkan daya saing bangsa. Hal lain yang ditekankan adalah adanya keyakinan bahwa pendidikan tinggi harus ditingkatkan mutu dan pengembangannya untuk mencapai massa kritis yang bermutu, yang mampu secara efektif berkontribusi kepada peningkatan daya saing bangsa. Tentang kualitas output perguruan tinggi ditekankan bahwa peran perguruan tinggi adalah untuk menghasilkan lulusan yang kreatif dan inovatif dengan keterampilan khusus yang dibutuhkan dalam berbagai sektor ekonomi, memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi, sehingga mampu untuk terus memperbarui struktur ekonomi dan sosial yang relevan dengan perubahan dunia. (DIKTI, 2004)
Implementasi konsep pendidikan tinggi tersebut dapat dilihat dari visi beberapa beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Sebagai contoh adalah 3 (tiga) perguruan tinggi yang masuk dalam 100 universitas terbaik di Asia tahun 2013 versi www.4icu.org yaitu Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, dan Institut Teknologi Bandung. Universitas Indonesia (UI) yang memiliki visi dengan kalimat yang cukup pendek: “Menjadi Universitas Riset Kelas Dunia” tetapi dijelaskan lebih lanjut pada tujuannya yaitu mempertahankan reputasi UI sebagai universitas terbaik di Indonesia dengan menghasilkan kualitas lulusan yang mampu bersaing di pasar global dan kualitas riset yang bertaraf internasional serta menghasilkan produk Research & Design yang dapat mendukung daya saing internasional. (www.ui.ac.id)
Visi Universitas Gajah Mada adalah Perguruan tinggi nasional berkelas dunia yang inovatif dan unggul, mengabdi kepada kepentingan bangsa dan kemanusiaan, dijiwai nilai-nilai budaya bangsa berdasarkan Pancasila (www.ugm.ac.id). Jika diperhatikan pada misi, tujuan, dan sasarannya, kata inovatif yang dekat dengan perubahan dan keterbaruan hanya merujuk kepada riset atau penelitian yang terbaca secara jelas pada kata “mengembangkan ilmu pengetahuan” dan tersurat pada kata “penelitian” dalam tujuan dan sasarannya.
Institut Teknologi Bandung menyebutkan visinya dengan lengkap yaitu menjadi Perguruan Tinggi yang unggul, bermartabat, mandiri, dan diakui dunia serta memandu perubahan yang mampu meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia dan dunia. Visi tersebut dilanjutkan dengan misinya yaitu menciptakan, berbagi dan menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan kemanusiaan serta menghasilkan sumber daya insani yang unggul untuk menjadikan Indonesia dan dunia lebih baik. (www.itb.ac.id). Jika diperhatikan dengan seksama maka dapat dilihat bahwa ketiga perguruan tinggi ini telah memasukkan kata perubahan, inovasi, menciptakan, dan atau kata lain yang merujuk pada makna kata perubahan dengan cakupan luasan dunia.
Visi Universitas Sebelas Maret sebagai perguruan tinggi yang mulai masuk ke jajaran 5 (lima) besar di Indonesia adalah “ Menjadi pusat pengembangan ilmu, teknologi, dan seni yang unggul di tingkat internasional dengan berlandaskan pada nilai-nilai luhur budaya nasional.” Yang didukung dengan misi ke-2 yaitu menyelenggarakan penelitian yang mengarah pada penemuan baru di bidang ilmu, teknologi, dan seni. Hal ini memperlihatkan perhatian yang khusus pada pengembangan seni.
II.1 Visi Fakultas, Jurusan, dan Program Studi Seni RupaDesain
Visi jurusan – jurusan atau program studi seni rupa dan desain dari beberapa perguruan tinggi di Indonesia sangat beragam. Fakultas Seni Rupa dan Desain di Institut Teknologi Bandung menetapkan visi “Menjadikan pendidikan tinggi seni rupa dan desain yang mampu memelihara dan memperkaya berbagai nilai dan peka terhadap fenomena perubahan pada masyarakat”. Jurusan Desain Interior Universitas Kristen Petra memiliki visi yang khas yaitu “To become a study program that can meet the society’s needs (in practice and academically) based on local values and technology with a commitment to Christian values’, sedangkan jurusan DKV-nya memiliki visi “Menjadi Program Studi Desain Komunikasi Visual terbaik yang sanggup memenuhi dan mengikuti perubahan-perubahan cepat dari kebutuhan masyarakat baik regional maupun global.”
Fakultas Seni Rupa Institut Seni Yogyakarta memiliki visi “ Sebagai penyelenggaran Tri dharma PT bidang seni rupa yang unggul, berwawasankebangsaan, demi memperkaya nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan perkembangan zaman.” Kemudian didukung dengan misinya “Menyelenggarakan pendidikan tinggi seni yang berkualitas dalam rangka penciptaan, pelestarian, dan pengembangan potensi seni yang plural dan multikultural berdasarkan budaya lokal nusantara agar memiliki daya saing dalam percaturan global.” Namun sangat berbeda dengan hal ini, Jurusan Desain Interior lebih tegas dengan visinya “ Menjadi lembaga pendidikan tinggi bidang desain interior yang mampu menghasilkan lulusan yang unggul dan karya berstandar internasional.”
Di Universitas Sebelas Maret, Jurusan Desain Interior merumuskan visinya sebagai berikut: Menyiapkan sumber daya manusia terdidik dan bertaqwa kepada Tuhan YME yang bertumpu pada budaya nasional terutama nilai-nilai luhur budaya Jawa serta keahlian dan ketrampilan dalam bidang desain interior yang mampu bersaing pada tingkat nasional maupun internasional. Sedangkan Desain Komunikasi Visual merumuskan 2 (dua) visi yang akan diraih. Pertama yaitu Jurusan Desain Komunikasi Visual FSSR UNS adalah sebagai pusat pengembangan ilmu, teknologi, seni dan desain yang berlandaskan pada nilai luhur budaya nasional, dan budaya Jawa sebagai fokus penting sumber idea-konsep dalam era perubahan masyarakat. Kedua yaitu mengembangkan pentingnya Desain Komunikasi Visual sebagai componen utama dalam penomena ekonomi global dan pemasaran yang bersifat integral.
II.2. Desain dan pendidikan desain di Cina dan Korea Selatan
Dari beberapa negara maju di Asia selain Jepang, China dan Kora Selatan sampai saat ini masih menjadi dua negara dengan capaian GDP yang tinggi. China berada pada peringkat ke-4 dunia dengan GDP $3.2 triliun, sedangkan Korea Selatan berada pada urutan ke-12 dengan GDP mendekati $1triliun. (www.economywatch.com). Kondisi perekonomian yang demikian maju memberikan iklim yang sejuk bagi perkembangan desain dan pendidikan desain. Design Council Inggris pada tahun 2010 menemukan karakter kunci yang menjadi faktor berkembangnya desain di kedua negara tersebut.
Pertama, Korea Selatan dan China memiliki industri desain yang berkembang sangat cepat dan sektor pendidikan dengan dukungan pemerintah yang kuat serta ambisinya untuk bergerak ke arah “Creative Korea by Design” dan “Designed in China” bukan hanya “Made in China” Cina. Desain dipahami sebagai bagian yang penting dari inovasi dan digunakan secara luas oleh industri.
Kedua, Sebagian besar desainer bekerja di rumah dalam sebuah tim, meskipun angka pertumbuhan perusahaan konsultan desain lebih besar dari pertumbuhan konsultan desain di Inggris. Selain itu teknologi menjadi pendorong utama inovasi dan keahlian dalam desain sangat dihargai. Budaya dan seni kerajinan nasional memiliki pengaruh yang kuat pada desain kontemporer dan kebutuhan emosional manusia juga diakui.
Ketiga, “ Convergence” menjadi istilah yang paling sering digunakan dalam industri dan pendidikan untuk menggambarkan kolaborasi dan hubungan antara desain dan subjek ilmu pengetahuan, teknologi dan perusahaan. Beberapa universitas mempromosikan pendekatan ini dan memberikan pengalaman multi-disiplin bagi siswa. Bahkan peminat pada Program Studi Desain pada universitas-universitas di Korea Selatan melebihi kapasitas sehingga mereka sangat selektif, sedangkan di Cina desain menduduki peringkat ketiga sebagai jurusan yang paling populer. Perbandingan dosen – siswa umumnya lebih baik daripada di Inggris, waktu tatap muka lebih tinggi dan waktu studi yang diperlukan lebih lama. Isu-isu kontemporer seperti keberlanjutan dan inovasi sosial mulai dimasukkan dalam beberapa proyek mahasiswa, khususnya di tingkat pascasarjana. Kolaborasi yang mapan antara industri – akademisi memberikan keuntungan bersama dalam bentuk pendanaan untuk proyek universitas dan penyediaan desainer yang berbakat untuk kalangan usaha.
Keempat, internasionalisme telah menjadi sikap dan pemahaman umum, khususnya di Korea Selatan di mana desainer yang bekerja di perusahaan multinasional dan pendidikan dengan jaringan global. Sedangkan di Cina, pasar desain domestik berkembang dengan kualitas setara dengan permintaan pasar luar negeri.
II.3. Desain dan pendidikan desain di Eropa
Eropa adalah benua di mana cikal bakal desain dilahirkan yang menyebabkannya diabadikan dalam buku-buku sejarah seni dan desain. Namun perkembangan di masa sekarang banyak yang luput dari perhatian praktisi dan akademisi desain. Design Council pada tahun 2010 juga menyusun temuan penting dari perkembangan desain dan pendidikan desain di benua tersebut, yaitu:
Pertama, jumlah perusahaan dan konsultan desain meningkat dengan memanfaatkantim-tim multidisiplin untuk berinovasi, mengembangkan produk-produk dan layanan baru, dan memberikan value kepada klien. Para desainer diharapkan dapat bekerja dengan para spesialis yang lain seperti insinyur, ahli ilmu sosial, ahli pemasaran, dan konsultan manajemen.
Kedua, desainer generasi di masa yang akan datang diprediksi akan membutuhkan pengembangan kompetensi-kompetensi kunci dalam kerja tim, komunikasi, apresiasi terhadap peran disiplin ilmu lain, dan peningkatan awareness dalam usaha dan teknis.
Ketiga, peran strategis desain dalam industri tumbuh dan meningkat dengan pesat. Hal ini didukung perubahan strategi yang mulai fokus pada user dan perluasan area konsultan dari komunikasi dan produk kepada pengembangan strategi.
Keempat, diberlakukannya pendidikan multi disiplin sangat bervariasi di semua universitas di Eropa. Interpretasi ini terbentuk dari beberapa faktor kontekstual, misalnya tujuan dan struktur organisasi, mata kuliah yang ada, dana pemerintah, lokasi, kesejarahan, agenda pemerintah daerah atau pusat, dan hubungan dengan industri. Terdapat bukti kuat yang memperlihatkan bahwa universitas-universitas terkemuka di Eropa sedang merespon perubahan kebutuhan industri dengan mengembangkan kuliah pasca sarjana yang mempertemukan elemen yang berbeda dari kreativitas, teknologi dan usaha, contohnya Design Business Management di Finlandia.
Kelima, baik universitas-universitas yang telah mapan maupun yang baru berdiri berusaha menumbuhkan keinginan untuk bekerja sama dan membangun struktur organisasi baru yang mendukung pengajaran dan pembelajaran lintas disiplin. Adanya penekanan pada produk daripada layanan atau konten media, dan sebagian besar model inovasi didasarkan pada interkasi antara desain produk, teknik dan usaha.
Keenam, terdapat kesepakatan mendasar bahwa pendidikan multi-disiplin dilakukan di tingkat S2 tetapi masih terjadi perdebatan tentang kebutuhan untuk restrukturisasi keseluruhan mata kuliah atau hanya menambahkan pada program yang sudah ada. Universitas-universitas di Eropa telah mengembangkan struktur terbaik untuk pengembangan dan penataan hubungan dengan industri. Para desainer profesional semakin meningkat keterlibatannya dalam membimbing dan menguji proyek mahasiswa. Bahkan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bekerja di industri terutama dalam kerja tim multi disiplin membantu mereka memperoleh pengalaman kerja, menghargai nilai kerja sama dalam kreasi dan meningkatkan kemampuan bekerja.
II.3. Desain dan pendidikan desain di Amerika
Berbeda dengan perkembangan di Asia dan Eropa, di Amerika serikat terdapat hal-hal baru yang menarik. Menurut Design Council, Amerika menganggap bahwa untuk mempersiapkan generasi yang kreatif dibutuhkan beberapa pemikiran dan perubahan.
Pertama, pengembangan profesional yang kreatif, desainer yang spesialis, manajer yang spesialis, sebagaimana yang terjadi pada perkembangan pemikir desain yang berasal dari dunia desain dan bidang lain, dan dapat bekerja lintas disiplin. Kerjasama yang lebih erat dan keterlibatan atau peran serta industri dan sektor publik dalam pendidikan. Pengembangan peluang lintas disiplin di universitas-universitas, khususnya pada level pasca sarjana serta penyederhanaan sistem kredit untuk memancing kolaborasi dalam tingkat yang lebih besar.
Kedua, model pendidikan inovatif yang mengintegrasikan penelitian, pengajaran, dan kerja proyek yang sesungguhnya. Peningkatan kerjasama multi disiplin, peran serta bidang usaha, desain, sains, dan mahasiswa teknik, dan untuk memasukkan disiplin-disiplin baru dalam kerja tim desain dalam ranah inovasi, khususnya ilmu-ilmu sosial dan humaniora (misalnya anthropologi, psikologi dan seni kreatif)
Ketiga, Dibukanya ruang-ruang kreatif, lingkungan dan sumber daya untuk kebutuhan prototype, brainstorming, pengembangan proyek dan kerja sama kreatif.
III. Alternatif Arah Pengembangan Dengan Paradigma Baru
Melihat apa yang telah ada di dalam acuan Direktorat Pendidikan Tinggi dan visi masing-masing universitas, maka penyelenggara pendidikan tinggi desain di Indonesia sebenarnya telah memiliki dasar pijakan yang kuat untuk berdiri. Sebagian besar institusi telah meningkatkan luasan atau area visi ke arah global atau internasional. Hanya beberapa yang masih menitik beratkan pada permasalahan internal.
Desain yang berasal dari Eropa telah berkembang dengan pesat di seluruh dunia. Bahkan di beberapa negara telah mampu dilahirkan kembali dengan wajah atau nuansa yang berbeda. Amerika yang terlebih dulu menerima eksodus para inisiator dan pemikir desain dari Eropa pasca Perang Dunia II memang lebih mudah melakukannya. Bahkan sekarang telah menjadi salah satu kiblat pengembangan desain dan pendidikan desain. Belanda, Denmark, dan Finlandia saat ini semakin establish menjadi pusat perkembangan desain di Eropa selain Inggris yang tentunya masih menjadi pusat para pemikir desain. Dalam aspek substansi, penerapan multi-disiplin dalam desain agaknya sedang bergerak ke arah yang lebih mantap di Eropa. Selain itu, keterlibatan dunia profesi ke dalam kampus juga sudah menjadi hal yang jamak. Dua hal ini mungkin dapat menjadi alternatif pengembangan pendidikan desain di Indonesia. Jika di beberapa institusi telah menerapkan, mungkin perlu kiranya dijadikan tema atau gejala di pendidikan desain secara umum agar manfaatnya dirasakan oleh civitas akademik desain di Indonesia.
Korea, Jepang, dan China adalah beberapa negara Asia yang sukses mengambil spirit perkembangan desain dari sumbernya. Kemampuan mereka untuk mereproduksi substansi menjadi titik tolak usaha pengembangan desain yang spektakuler. Hal ini didukung dengan pesatnya perkembangan industri yang menumbuhkan kebutuhan desain dengan skala yang besar, sehingga kalangan pendidikan desain merasakan nilai positifnya. Isu multidisiplin yang sama dengan di Eropa juga telah mampu dihadirkan dengan wajah baru dengan nama “Convergence” hingga terasa seolah memang lahir di Asia (khususnya Korea) dengan latar atau konteks yang regional. Sehingga apa yang terjadi di kedua negara Asia ini agaknya memang sangat sesuai jika digunakan sebagai spirit baru pengembangan desain dan pendidikan desain di Indonesia. Pengembangan yang bertumpu pada kemampuan sendiri (mandiri), bervisi global, namun sangat khas dengan bangsa Indonesia.
IV. Kesimpulan
Arah pengembangan pendidikan desain di Indonesia membutuhkan cara memandang desain dan ilmu desain sebagai hal baru yang seolah memang lahir di Indonesia. Kemampuan melahirkan kembali apa yang diterima dari luar dipadukan dengan spirit yang besar dan kemampuan memproyeksikan jauh ke depan serta didukung sumber daya manusia yang kompeten akan dapat menghasilkan gerakan pembaharuan yang masif. Konvergensi atau multidisiplin dalam desain dan peningkatan hubungan dengan dunia kerja dengan institusi pendidikan desain adalah 2 (dua) isu besar dalam perkembangan desain. Akhirnya, pendidikan tinggi desain di Indonesia harus lebih peka dengan dunia luar dan berjuang keras mengejar ketertinggalan tanpa meninggalkan konteks kondisi dan situasi lokalnya.
DAFTAR PUSTAKA
Design Council, Lesson From America, United Kingdom, 2010
Design Council, Lesson From Asia, United Kingdom, 2010
Design Council, Lesson From Eropean, United Kingdom, 2010
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional no.232/U/2000
Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi (HELTS) 2003-2010, DIKTI 2004
Zainuddin, Imam Buchori, Tantangan Perguruan Tinggi BHMN Dalam Menghadapi Era Knowledge Economy dan Masalah Kebangsaan: Upaya menggali nilai-nilai dalam Wacana Desain, Bandung, Penerbit ITB, 2010
Website:
Kompas.com, 26 Juni 2009
Kompas.com, 6 Juli 2011
Republika.com, 24 Juni 2010
Republika.com, 7 April 2011
www.4icu.org
www.economywatch.com
www.fsr.isi.ac.id
www.isi.ac.id
www.itb.ac.id
www.petra.ac.id
www.ugm.ac.id
www.ui.ac.id